Minggu, 03 Mei 2009

Fish Oil


1. Pendahuluan

Dalam proses penepungan ikan selama pemasakan protein ikan akan menggumpal dan sel ikan yang mengadung lemak akan pecah sehingga setelah dipisahkan airnya akan diperoleh hasil sampingan berupa minyak ikan (Afrianto dan Liviawaty, 1989). Menurut Muchtadi (1996), minyak ikan hasil sampingan proses pengalengan dan penepungan ikan kaya asam lemak omega-3, khususnya EPA (Eilosa Panteonil Acid) dan DHA (D-Hexaenoic Acid). Dan selama ini hanya dimanfaatkan sebagai pakan terkandung asam lemak jenuh tinggi meyebabkan minyak ikan menjadi kurang stabil, karena wadah mengalami oksidasi, proses oksidasi semakin meningkat dengan adanya panas, cahaya dan O2.

Proses untuk mendapatkan minyak dengan kualitas yang baik ada 2 tahap penting yang harus diperhatikan yaitu proses ekstraksi minyak dan proses pemurnian minyak. Ekstraksi adalah suatu cara untuk mendapatkan minyak atau lemak dari bahan yang diduga mengandung minyak atau lemak. Pemurnia (refining) adalah suatu proses yang bertujuan untuk menghilangkan rasa dan bau yang tidak enak, warna tidak menarik dan untuk memperpanjang umur simpan sebelum dikonsumsi atau digunakan sebagai bahan mentah dalam industri (Ketaren,2005). Menurut Susanto (1987), pemurnian ini perlu dilakukan karena minyak atau lemak yang dihasilkan dalam proses ekstraksi umunya mengandung kotoran yang ikut terekstraksi dan kotoran tersebut dapat menimbulkan kerusakan yang mengakibatkan kualitas minyak yang dihasilkan atau menurun

Pemanfaatan minyak ikan dalam industri pangan dengan tujuan utuk pengganti fungsi minyak industri/lemak hewani dan memperkaya nilai gizinmakanan dalam rangka mendapatkan makanan sehat. Untuk maksud tersebut, minyak ikan dikembangkan pemakainya pada produk margarine, and table spread, hard fat, shortening, pastry fat, adonan biskuit dan emulsi untuk roti, adanan roti, minyak goreng, biskuit filling, isinya salad/sayur, emulsifier, fish spread, peanuut butter, mayonise, coleslaw, salami dan sosis (Irianto dan soesilo,2007)


Menurut Irianto dan Soesilo (2007), minyak ikan merupakan hasil samping dengan pengolahan ikan kaleng dan tepung ikan. Minyak ikan tersebut dapat ditingkatkan mutunya agar layak dikonsumsi manusia dengan memurnikannya dengan metode alkali. Minyak ikan mempunyai nilai manfaat kesehatan,pengobatan dan gizi. Dengan demikian, minyak ikan dapat dimanfaatkan untuk keperluan industri farmasi dan pangan. Minyak ikan dapat diolah menjadi kapsul konsentrat asam lemak omega 3. dengan teknik mikroenkapsulasi minyak ikan dapat diproses menjadi tepung minyak ikan yang memudahkan dalam penanganan, penyimpanan dan pemanfaatannya.

Minyak ikan merupakan minyak yang memiliki kandungan asam lemak tak jenuh paling tinggi dibandingkan dengan jenis minyak lainnya. Ditinjau dari segi kesehatan, hal ini sangat menguntungkan terutama kandungan asam lemak omega 3 nya. Kandungan asam lemak tak jenuhyang tinggi menyebabkan minyak ikan menjadi kurang stabil, mudah mengalami oksidasi. Proses oksidasi akan semakin meningkat dengan adanya pannas, cahaya dan oksigen (Irianto, dkk, 2000).

Menurut Poedjiadi (1994), komposisi kimia minyak ikan adalah:

Komposisi kimia

Nilai kandungan

Air

Kalori

Protein

Lemak

Karbohidrat

Ca

P

Fe

Vitamin A

Vitamin B

Vitamin C

Bydd

0

902 kal

0

100 gram

0

0

0

0

80000 SI

0

0

100 gram



2. Proses Pembuatan Minyak Ikan Secara Konvensional / Sederhana

Pengolahan minyak ikan di Indonesia masih dilakukan secara tradisional. Minyak ikan yang diproduksi terdiri atas minyak hati dan minyak dari badan yang merupakan hasil samping pengolahan tepung ikan dan pengalengan ikan. Pemanfaatan minyak ikan yang dihasilkan di Indonesia baru digunakan sebagai komponen ransum pakan ikan maupun pakan ternak dan sebagian kecil digunakan dalam penyamakan kulit serta industri kecil lainnya. Bahan baku industri minyak ikan adalah minyak ikan dari ikan-ikan pelagis dengan kadar lemak yang tinggi, seperti lemuru dan lainnya. Sumber minyak tersebut diperoleh dari :

  1. Hasil ekstraksi yang khusus untuk diambil minyaknya

  2. Hasil ekstraksi dari pengolahan tepung ikan

  3. Hasil samping dari pengolahan ikan kaleng

Ekstraksi minyak dilakukan dengan mencampur hati cucut botol dengan asam formiat teknis sebanyak 1 % dari berat hati cucut botol (proses silase). Setelah 3 hari proses silase, kemudian dilakukan penyaringan hasil silase melalui kain blacu untuk memperoleh minyak kasar. Setelah minyak disimpan dalam suhu rendah selama 24 jam, lalu dilakukan sentrifuge pada kecepatan putaran 500 rpm (Anonymous, 2007).


3. Proses Pembuatan Minyak Ikan Secara Modern

Minyak ikan dari pabrik dibersihkn dari kotoran dengan cara minyak ikan hasil saringan dipanaskan seampai suhu 700C dan ditambahkan larutan garam 2-2.5% sebesar setengah volume minyak, sambil diaduk 5 menit (untuk deguming). Campuran minyak tersebut kemudian ditambahkan larutan netrium hidroksida 1N apabila FFA 4% menggunakan NaOH teknis 8.7 gram dilarutkan dalam 125 ml air untuk satu liter minyak ikan. Besarnya volume tergantung dari besarnya FFA minyak ikan yang akan dibersihkan. Makin tinggi FFA, makin besar pula pemakaian natrium hidroksida. Pengadukan selama 30 menit pada suhu 700C, proses ini disebut penyabunan kemudian larutan sabun yang terjadi dipisahkan dari minyaknya. Apabila sabun masih ada yang tertinggal dalam minyak perlu dicuci dengan air panas sampai minyak menjadi bersih dari sabun. Minyak hasil penyabunan ditambah karbon aktif atau benfonif 3%. Kemudian dipanaskn pada suhu 600C sambil diaduk selama 20 menit. Selanjutnya disaring dengan filter press. Minyak yang sudah bersih ditambah antioksida (BHT) sebesar 20 ppm. Kemudian minyak dikemas dalam tempat yang tidak tembus cahaya

Tidak ada komentar:

Posting Komentar