Minggu, 03 Mei 2009

Jelly Rumput Laut


1. PENDAHULUAN

Rumput laut (seaweed) secara biologi termasuk salah satu anggota alga yang merupakan tumbuhan berklorofil. Rumput laut terdiri dari satu atau banyak sel, berbentuk koloni, hidupnya bersifat bentik di daerah perairan yang dangkal, berpasir, berlumpur atau berpasir dan berlumpur. Makanan dari rumput laut sangat baik untuk pencernaan karena mengandung dietary fibers yang dapat mencegah timbulnya berbagai penyakit seperti kanker usus besar, penyakit divertikuler, penyakit kardiovaskuler dan kegemukan serta efektif dalam menurunkan kadar kolesterol dalam darah. Pembuatan permen jelly rumput laut ini dimaksudkan untuk meningkatkan nilai tambah rumput laut dan diversifikasi olahan rumput laut. Pembuatan permen jelly dilakukan dengan mencampur gula atau glukosa dengan rumput laut sehingga membentuk gel dan menyerap air yang dapat mempengaruhi tekstur permen jelly yang dibuat (Anonymous, 2004).

Dalam pembuatan pemen karet dan permen jelly, kealotan dan tekstur permen banyak dipengaruhi oleh bahan gel yang digunakan. Pembuatan pemen jelly biasanya menggunakan bahan pembentuk gel yang sifatnya reversibel yaitu jika gel dipanaskan akan membentuk sol dan bila didinginkan membentuk gel kembali (Hambali dkk, 2004).

Pembuatan permen jelly dapat dilakukan dengan beberapa tahap :

Tahap 1: Perendaman Rumput Laut

Rumput laut kering Eucheuma spinosum dicuci dan direndam dalam air tawar sebanyak 10 kali berat rumput laut tersebut. Perendaman yang optimal untuk mendapatkan rumput laut dalam kondisi yang diinginkan adalah pada perendaman selama 6-8 jam. Sedangkan pada perendaman selama sehari, dinding sel rumput laut mulai pecah akibat terlalu banyak menyerap air, sehingga mengakibatkan keluarnya karaginan yang merupakan bahan utama pembentuk gel dalam pembuatan permen jelly (Anonymous, 2004).

Tahap 2 : Pembuatan

Rumput laut yang telah direndam dan ditiriskan, dihaluskan. Rumput laut tersebut kemudian dimasak dengan perbandingan rumput laut dan air 1:5 sampai merata. Setelah itu, dimasukkan glukosa cair dan sukrosa ke dalam larutan dan diaduk sampai larutan mengental, ditambahkan pewarna, essens, dan natrium benzoat. Larutan dimasukkan dalam cetakan dan dibiarkan selama 1 jam pada suhu kamar. Setelah itu, larutan dikeringkan dibawah sinar matahari atau dengan pengering mekanis pada suhu 60­­­­­0C (Anonoymous, 2004).


Permen jelly memiliki kandungan gizi yang cukup baik karena di dalam rumput laut mengandung karbohidrat yang merupakan komponen terbesar rumput laut, terutama sebagai komponen dinding sel dan sebagai jaringan interceluler. Disamping itu, rumput laut juga mengandung air 12,95-27,50% ; protein 1,60-10,00% ; lemak 4,50-11,00% ; serat kasar 3,00-11,40%, dan abu 11,50-23,70% (Winarno, 1996 dalam Bekti, 2005).


2. Alat dan Bahan Alat
  • Timbangan

  • Kompor

  • Baskom

  • Wajan

  • Sutil

  • Nampan kecil

  • Oven

  • Blender

Bahan

  • Eucheuma spinosum

  • Gula pasir
  • Essence

  • Sirup/glukosa cair

  • Asam sitrat
  • Air

3. Cara Membuat

Bahan baku utama dalam pembuatan permen jelly rumput laut adalah rumput laut dari jenis Eucheuma spinosum. Kelebihan dari Eucheuma spinosum adalah kandungan iota karagenan. Iota karagenan memiliki daya gel tinggi dan daya higroskopisnya rendah, sehingga sangat sesuai untuk bahan permen jelly rumput laut.

Langkah pertama dalam pembuatan permen jelly adalah merendam rumput laut kering kedalam larutan kapur (CaO) selama sehari semalam dengan mengganti air sebanyak 3 kali. Penggunaan CaO ini berfungsi untuk memucatkan dan membersihkan rumput laut.

Kemudian rumput laut diblender sampai halus agar saat dibuat permen jelly menjadi mudah dan enak rasanya. Lalu dimasak diatas kompor sampai kelarutannya merata. Selanjutnya ditambahkan air, gula, dan essence sebagai pemberi aroma dan cita rasa. Lalu diaduk dengan menggunakan sutil sampai mengental dengan tujuan untuk menghindari kegosongan.

Selanjutnya dimasukkan ke cetakkan dan didinginkan pada nampan selama 1 jam pada suhu kamar. Setelah itu, dikeringkan dalam oven suhu 850C sampai memadat (1 jam). Setelah kering, potong dan bentuk adonan rumput laut menjadi permen jelly rumput laut sesuai selera.


Sosis Ikan


1. PENDAHULUAN

Dewasa ini semakin tinggi kesadaran masyarakat perikanan untuk memanfaatkan hasil perikanan yang melimpah. Selain dengan mengaplikasikan cara-cara pengawetan yang telah dikenal, pemanfaatan hasil perikanan juga semakin berkembang dengan disosialisasikannya diversifikasi produk olahan hasil perikanan. Secara umum tujuan dari diversifikasi produk perikanan adalah peningkatan nilai ekonomis produk hasil perikanan, memperbaiki cita rasa produk hasil perikanan, meningkatkan daya simpan produk dan memperluas distribusi atau pemasaran produk (Zaelanie dkk, 2004).

Sosis adalah salah satu produk olahan dari bahan hewani. Secara umum sosis diartikan sebagai makanan yang dibuat dari daging yang telah dicincang, dihaluskan dan diberi bumbu-bumbu, dimasukkan dalam pembungkis berbentuk bulat panjang berupa usus hewan atau pembungkus buatan baik dengan atau tanpa dimasak maupun dengan atau tanpa diasap. Akhir-akhir ini sosis tidak dibuat dari daging saja tetapi juga dari kedelai dan ikan. Sosis ikan merupakan salah satu produk olahan yang berasal dari ikan dan memiliki kandungan protein tinggi yang mudah dikonsumsi (Suhartini, 2005).


Menurut Borgstron (1965) dalam Rinawati (2004), komposisi gizi sosis ikan terdiri dari kadar air 67 – 68%, protein 14,15% dan lemak 5 – 6%.


2. Alat dan Bahan
Alat
  • Pisau

  • Timbangan

  • Kompor

  • Telenan

  • Plastik segitiga

  • Grinder

  • Dandang

  • Baskom

  • Gunting

  • Selongsong

Bahan

  • Ikan kakap merah

  • Putih telur

  • Bawang merah

  • Merica

  • Air es

  • Kuning telur

  • Garam

  • Gula pasir

  • Penyedap rasa

  • Minyak jagung

3. Cara Membuat

Pembuatan sosis ikan yang pertama dilakukan adalah menyiangi ikan dengan dibuang isi perut, kepala dan hanya diambil dagingnya saja. Kemudian dagingnya digiling atau dicincang dan diaduk sampai homogen dengan bumbu-bumbu. Dimasukkan dalam casing atau pembungkus, setelah itu lalu direbus. Setelah matang, sosis ikan siap disajikan (Anonymous, 2003).


Menurut Anonymous (2003), proses pembuatan sosis ikan sangat sederhana yaitu:

1. Pencampuran daging dengan bahan tambahan

Penggilingan dan pencampuran daging lumat dengan bumbu-bumbu yang sudah dipersiapkan dilakukan dengan sedikit demi sedikit dan terus digiling menggunakan “meat stirrer” sampai homogen. Pencampuran bahan tambahan dilakukan secara berurutan sambil terus diaduk yaitu garam, tapioka, bumbu dan penyedap. Urutan pencampuran bahan tambahan harus diikuti sebagaimana mestinya agar diperoleh tingkat homogenitas adonan yang baik.

2. Pencetakan

Adonan daging bercampur bumbu dimasukkan dalam “stuffer” dan adonan yang keluar dari “stuffer” langsung diisikan ke dalam selongsong yang disebut “casing”. Adonan dalam casing yang berbentuk bulat panjang kemudian diikat sesuai dengan panjang yang diinginkan.

3. Perebusan

Perebusan dilakukan secara bertahap yaitu perebusan dengan air panas dengan suhu 60 0C selama 15 – 20 menit kemudian dilanjutkan perebusan pada suhu 80 – 90 0C selama 15 menit. Perebusan yang bertahap ini untuk mencegah terjadinya pemecahan pada sosis apabila dilakukan langsung pada suhu tinggi. Sosis yang sudah matang kemudian digunting dari ikatan benangnya.

4. Penyajian

Selain sebagai campuran dalam berbagai masakan, sosis dapat disajikan dan dilengkapi dengan saus tomat, sambal dan hiasan sayuran.



DAFTAR PUSTAKA

Anonymous. 2001. Pengolahan Ikan dan Hasil Laut. Badan Riset Perikanan dan Kelautan. Jakarta

Anonymous. 2003. Pengolahan Ikan dan Hasil Laut. Badan Riset Kelautan dan Perikanan. Jakarta

Anonymous. 2006. Mewaspadai Si Bulat Panjang, Sosis. http://www.indohalal.com

Aryanto. 1997. Pengaruh Prosentase Tepung Beras dan Air Yang Digunakan Sebagai Bahan Pelapis Terhadap Mutu Teri Nasi (Stolephorius commersonii) Kering Masak. Fakultas Perikanan Universitas Brawijaya. Malang

Riwayati, N. L. 2004. Pengaruh Penambahan Rumput Laut Coklat (Sargasum sp) Terhadap Kandungan Iodium Sosis Ikan Kakap Merah (Lutjanus sebac). Fakultas Perikanan Universitas Brawijaya. Malang

Soeparno. 1999. Ilmu Dan Teknologi Daging. Gajah Mada University Press. Yogyakarta

Suhartini. 2005. Olahan Ikan Segar. Trubus Agrisarana. Surabaya

Winarso, Haryo. 2004. Pengaruh Variasi Penambahan Bentuk Rumput Laut dan Lama Penanganan Terhadap Kandungan Iodium dan Serat Kasar dalam Dodol Rumput Laut (Eucheuma cottoni). Fakultas Perikanan Universitas Brawijaya. Malang

Zaelani, K. dan R. Nurdiani. 2004. Diktat Kuliah Teknologi Hasil Perikanan I (THP I). Fakultas Perikanan Universitas Brawijaya. Malang

Fish Oil


1. Pendahuluan

Dalam proses penepungan ikan selama pemasakan protein ikan akan menggumpal dan sel ikan yang mengadung lemak akan pecah sehingga setelah dipisahkan airnya akan diperoleh hasil sampingan berupa minyak ikan (Afrianto dan Liviawaty, 1989). Menurut Muchtadi (1996), minyak ikan hasil sampingan proses pengalengan dan penepungan ikan kaya asam lemak omega-3, khususnya EPA (Eilosa Panteonil Acid) dan DHA (D-Hexaenoic Acid). Dan selama ini hanya dimanfaatkan sebagai pakan terkandung asam lemak jenuh tinggi meyebabkan minyak ikan menjadi kurang stabil, karena wadah mengalami oksidasi, proses oksidasi semakin meningkat dengan adanya panas, cahaya dan O2.

Proses untuk mendapatkan minyak dengan kualitas yang baik ada 2 tahap penting yang harus diperhatikan yaitu proses ekstraksi minyak dan proses pemurnian minyak. Ekstraksi adalah suatu cara untuk mendapatkan minyak atau lemak dari bahan yang diduga mengandung minyak atau lemak. Pemurnia (refining) adalah suatu proses yang bertujuan untuk menghilangkan rasa dan bau yang tidak enak, warna tidak menarik dan untuk memperpanjang umur simpan sebelum dikonsumsi atau digunakan sebagai bahan mentah dalam industri (Ketaren,2005). Menurut Susanto (1987), pemurnian ini perlu dilakukan karena minyak atau lemak yang dihasilkan dalam proses ekstraksi umunya mengandung kotoran yang ikut terekstraksi dan kotoran tersebut dapat menimbulkan kerusakan yang mengakibatkan kualitas minyak yang dihasilkan atau menurun

Pemanfaatan minyak ikan dalam industri pangan dengan tujuan utuk pengganti fungsi minyak industri/lemak hewani dan memperkaya nilai gizinmakanan dalam rangka mendapatkan makanan sehat. Untuk maksud tersebut, minyak ikan dikembangkan pemakainya pada produk margarine, and table spread, hard fat, shortening, pastry fat, adonan biskuit dan emulsi untuk roti, adanan roti, minyak goreng, biskuit filling, isinya salad/sayur, emulsifier, fish spread, peanuut butter, mayonise, coleslaw, salami dan sosis (Irianto dan soesilo,2007)


Menurut Irianto dan Soesilo (2007), minyak ikan merupakan hasil samping dengan pengolahan ikan kaleng dan tepung ikan. Minyak ikan tersebut dapat ditingkatkan mutunya agar layak dikonsumsi manusia dengan memurnikannya dengan metode alkali. Minyak ikan mempunyai nilai manfaat kesehatan,pengobatan dan gizi. Dengan demikian, minyak ikan dapat dimanfaatkan untuk keperluan industri farmasi dan pangan. Minyak ikan dapat diolah menjadi kapsul konsentrat asam lemak omega 3. dengan teknik mikroenkapsulasi minyak ikan dapat diproses menjadi tepung minyak ikan yang memudahkan dalam penanganan, penyimpanan dan pemanfaatannya.

Minyak ikan merupakan minyak yang memiliki kandungan asam lemak tak jenuh paling tinggi dibandingkan dengan jenis minyak lainnya. Ditinjau dari segi kesehatan, hal ini sangat menguntungkan terutama kandungan asam lemak omega 3 nya. Kandungan asam lemak tak jenuhyang tinggi menyebabkan minyak ikan menjadi kurang stabil, mudah mengalami oksidasi. Proses oksidasi akan semakin meningkat dengan adanya pannas, cahaya dan oksigen (Irianto, dkk, 2000).

Menurut Poedjiadi (1994), komposisi kimia minyak ikan adalah:

Komposisi kimia

Nilai kandungan

Air

Kalori

Protein

Lemak

Karbohidrat

Ca

P

Fe

Vitamin A

Vitamin B

Vitamin C

Bydd

0

902 kal

0

100 gram

0

0

0

0

80000 SI

0

0

100 gram



2. Proses Pembuatan Minyak Ikan Secara Konvensional / Sederhana

Pengolahan minyak ikan di Indonesia masih dilakukan secara tradisional. Minyak ikan yang diproduksi terdiri atas minyak hati dan minyak dari badan yang merupakan hasil samping pengolahan tepung ikan dan pengalengan ikan. Pemanfaatan minyak ikan yang dihasilkan di Indonesia baru digunakan sebagai komponen ransum pakan ikan maupun pakan ternak dan sebagian kecil digunakan dalam penyamakan kulit serta industri kecil lainnya. Bahan baku industri minyak ikan adalah minyak ikan dari ikan-ikan pelagis dengan kadar lemak yang tinggi, seperti lemuru dan lainnya. Sumber minyak tersebut diperoleh dari :

  1. Hasil ekstraksi yang khusus untuk diambil minyaknya

  2. Hasil ekstraksi dari pengolahan tepung ikan

  3. Hasil samping dari pengolahan ikan kaleng

Ekstraksi minyak dilakukan dengan mencampur hati cucut botol dengan asam formiat teknis sebanyak 1 % dari berat hati cucut botol (proses silase). Setelah 3 hari proses silase, kemudian dilakukan penyaringan hasil silase melalui kain blacu untuk memperoleh minyak kasar. Setelah minyak disimpan dalam suhu rendah selama 24 jam, lalu dilakukan sentrifuge pada kecepatan putaran 500 rpm (Anonymous, 2007).


3. Proses Pembuatan Minyak Ikan Secara Modern

Minyak ikan dari pabrik dibersihkn dari kotoran dengan cara minyak ikan hasil saringan dipanaskan seampai suhu 700C dan ditambahkan larutan garam 2-2.5% sebesar setengah volume minyak, sambil diaduk 5 menit (untuk deguming). Campuran minyak tersebut kemudian ditambahkan larutan netrium hidroksida 1N apabila FFA 4% menggunakan NaOH teknis 8.7 gram dilarutkan dalam 125 ml air untuk satu liter minyak ikan. Besarnya volume tergantung dari besarnya FFA minyak ikan yang akan dibersihkan. Makin tinggi FFA, makin besar pula pemakaian natrium hidroksida. Pengadukan selama 30 menit pada suhu 700C, proses ini disebut penyabunan kemudian larutan sabun yang terjadi dipisahkan dari minyaknya. Apabila sabun masih ada yang tertinggal dalam minyak perlu dicuci dengan air panas sampai minyak menjadi bersih dari sabun. Minyak hasil penyabunan ditambah karbon aktif atau benfonif 3%. Kemudian dipanaskn pada suhu 600C sambil diaduk selama 20 menit. Selanjutnya disaring dengan filter press. Minyak yang sudah bersih ditambah antioksida (BHT) sebesar 20 ppm. Kemudian minyak dikemas dalam tempat yang tidak tembus cahaya

Nugget Ikan



1. Pendahuluan

Dewasa ini semakin tinggi kesadaran masyarakat perikanan untuk memanfaatkan hasil perikanan yang melimpah. Selain dengan mewngaplikasikan cara – cara pengawetan yang telah dikenal, pemanfaatan hasil perikanan juga semakin berkembang dengan disosialisasikannya diversifikasi produk olahan hasil periknan. Secara umum tujuan dari diversifikasi produk perikanan adalah meningkatkan nilai ekonomis produk hasil perikanan, memperbaiki cita rasa produk hasil perikanan, meningkatkan daya simpan produk, dan memperluas distribusi atau pemasarn produk (Zaelanie, dkk, 2004).

Fish nugget merupakan makanan ringan yag sekaligus dapat berfungsi sebagai lauk siap saji dan terbuat dari ikan. Fish nugget memanfaatkan daging ikan atau hasil – hasil perikanan lainnya seperti lele, cumi – cumi, dll dengan kualitas rendah atau potongan olahan seperti fillet (daging ikan tanpa duri) (Suhartini, 2005).

Pembuatan fiss nugget tergolong mudah dan menggunakan bahan – bahan yang mudah didapat. Bahan yang digunakan antara lain daging ikan, tepung tapioka, bawang putih, merica, garam, roti tawar, susu panas, kuning telur, tepung panir, penyedap rasa, putih telur dan tepung terigu. Setelah bahan disiapkan, maka bahan – bahan fish nugget dapat langsung dilakukan pengolahan. Langkah pertama yang dapat dilakukan adalah ikan dicuci bersih, diambil dagingnya dan dihaluskan. Daging yang telah halus kemudian dicampur bumbu halus dan diaduk rata. Tepung tapioka ditambah kuning telur, adonan roti yang telah direndam dalam susu panas, kemudian diuleni hingga rata. Adonan dimasukkan plastik dan dikukus hingga matang selama ± 25 menit. Diangkat dan didinginkan kemudian dipotong sesuai selera. Potongan – potongan nugget dicelupkan pada putih telur dan ditaburi tepung panir, kemudian digoreng hingga berwarna coklat keemasan dan fish nugget siap disajikan (Suhartini, 2005).

Komposisi Gizi Fish Nugget

No

Kandungan

Kadar

1.

2.

3.

4.

Protein

Lemak

Abu

Air

16,53

13,89

2,61

48,87

(Anonymous, 2006)

2. Alat dan Bahan
Alat
  • Pisau

  • Timbangan

  • Kompor

  • Talenan

  • Wajan

  • Panci

  • Mangkok

  • Cobek

  • Grinder

  • Dandang

  • Loyang

  • Baskom

Bahan

  • Ikan ekor kuning

  • Tepung Tapioka

  • Roti tawar

  • Susu panas

  • Kuning telur

  • Putih telur

  • Minyak goreng

  • Bawang putih

  • Merica

  • Garam

  • Penyedap Rasa

3. Cara Membuat

Dalam pembuatan fish nugget ini, pertama yang di lakukan adalah mencucui ikan ekor kuning lalu disiangi. Kemudian diambil dagingnya lalu ditimbang dengan timbangan analitik sebanyak 1 kg. Daging dihaluskan dengan grinder agar tekstur dari nugget halus dan mudah dibentuk.

Untuk bawang putih dikupas kulitnya dan dihaluskan menggunakan cobek dicampur dengan merica dan garam. Kemudian bumbu – bumbu tersebut dicampurkan pada daging yang telah dihaluskan untuk pembuatan adonan daging. Penambahan bawang putih di maksudkan agar rasa yang dihasilkan khas serta berfungsi sebagai zat antioksidan sehingga produk terlindungi dari proses oksidasi yang berlebihan karena dalam bawang putih terkandung zat allycin dan minyak atsiri yang berfungsi pula untuk pengawet.

Tepung tapioka ditambah dengan kuning telur dicampur jadi satu. Selanjutnya roti tawar dicampur dengan susu panas dan diuleni hingga rata. Setelah itu di campur dengan adonan daging. Proses pencampuran ikan yang sudah dihaluskan dengan roti yang dicampur susu dimaksudkan supaya adonan lebih kental, karena fungsi susu sebagai zat pengemulsi. Sedangkan roti sebagai pengempuk adonan dan juga penambah gizi.

Selanjutnya semua adonan tersebut ditempatkan pada loyang. Kemudian dikukus menggunakan dandang selama ± 45 menit. Pengukusan ditujukan agar nugget menjadi padat dan mudah untuk dibentuk dan pada saat penggorengan nugget benar – benar dalam keadaan matang serta untuk mengurangi kadar air.

Setelah itu adonan diangkat dan didinginkan terlebih dahulu sebelum dipotong – potong. Pendinginan ditujukan agar adonan kenyal dan mudah dipotong. Kemudian potongan nugget tersebut di masukkan ke dalam putih telur. Hal ini berfungsi untuk mengikat adonan biar jadi satu dan supaya tidak mekar ketika produk digoreng.

Sentuhan terakhir sebelum penggorengan adalah memasukkan tiap potongan kedalam tepung panir agar produk terlihat bagus dan menarik. Selanjutnya digoreng dengan api yang tidak begitu besar supaya lebih matang hingga berwarna kecoklatan.


DAFTAR PUSTAKA

Anonymous. 2006. Caesio cuning. www.fishbase.org. Diakses tanggal 5 mei 2006.

Anonymous. 2006. Bakso Ikan dan Nugget Ikan. http://www.kompas.com. Diakses tanggal 5 mei 2006.

Suhartini, S. dan N. Hidayat , 2005. Olahan Ikan Segar. Trubus Agrisarana. Surabaya

Zaelani, K . dan R . Nurdiani, 2004. Diktat Kuliah Teknologi Hasil Perikanan I (THP I ) . Fakultas Perikanan Universitas Brawijaya. Malang


Mie Hitam Rumput Laut


1. Pendahuluan

Mie adalah makanan favorit nasyarakat Indonesia. Produk mie yang sedang berkembang adalah mie hitam yaitu mie yang disuntik tinta cumi sehingga menambah daya tarik konsumen selain menambah nilai gizinya. Agar semakin 'memperkaya' kandungan gizinya, mie ini difortifikasi dengan rumput laut yang dapat berperan sebagi serat pangan/dietary fiber.

2. Alat dan Bahan

Alat – alat yang akan digunakan antara lain: talenan, pisau, baskom, namapan, saringan, gilingan mie, penggorengan, kompor, panci, oven, sendok, blender, dan sutil
Bahan – bahan yang digunakan antara lain: rumput laut Eucheuma cottonii, cumi – cumi, tepung kanji, tepung sagu, air khi, dan telur. Bahan tambahan yang digunakan: bawang merah, bawang putih, bawang bombay, daun bawang, seledri, wortel, mentimun, garam, kecap, minyak goreng, dan penyedap rasa

3. Cara Membuat

Langkah petama dalam pembuatan “Mie Hitam Rumput Laut” adalah menyiapkan alat dan bahan yang akan digunakan. Alat – alat yang akan digunakan antara lain: talenan, pisau, baskom, namapan, saringan, gilingan mie, penggorengan, kompor, panci, oven, sendok, blender, dan sutil. Sedangkan bahan – bahan yang digunakan antara lain: rumput laut Eucheuma cottonii, cumi – cumi, tepung kanji, tepung sagu, air khi, dan telur. Bahan tambahan yang digunakan: bawang merah, bawang putih, bawang bombay, daun bawang, seledri, wortel, mentimun, garam, kecap, minyak goreng, dan penyedap rasa. Bahan – bahan tersebut berfungsi untuk menguatkan rasa mie dan menarik minat panelis melalui penampilannya.
Cumi – cumi diambil tintanya kemudian disisihkan. Tepung terigu, tepung kanji, dan telur diuleni menjadi adonan. Kemudian rumput laut yang sudah disiapkan diblender hingga halus dan dimasukkan ke dalam adonan. Tujuan penghalusan adalah agar tekstur rumput laut tidak merusak tekstur dari mie yang akan dibuat. Penambahan rumput laut dimaksudkan untuk menambah gizi dari mie. Rumput laut mempunyai kandungan karbohidrat yang tinggi, sedikit protein, dan vitamin. Menurut Mubarak (1981), karena karbohidrat dari rumput laut ini sukar diuraikan oleh enzim pencernaan manusia, maka sebagian besar dimanfaatkan sebagai bahan tambahan dalam industri makanan, obat – obatan, dan kosmetika. Untuk ketiga jenis industri tersebut yang penting adalah Eucheuma, karena mengandung karaginan yang berguna sebagai stabilizing, gelating, dan thickening agent. Selain itu, rumput laut juga berfungsi sebagai penambah serat dan iodine. Eucheuma cottonii digunakan karena merupakan rumput laut yang paling sering digunakan serta cara mendapatkannya mudah dan biayanya murah.
Tinta cumi – cumi yang sudah siap kemudian dimasukkan ke dalam adonan sebagai pengganti air. Penggunaan tinta cumi dimaksudkan untuk menambah daya tarik mie dan mempengaruhi sensory dari panelis. Tinta cumi hanya berfungsi sebagai bahan tambahan makanan yaitu pewarna. Sebanyak 2 sendok makan air khi kemudian dimasukkan ke dalam adonan. Penambahan air khi dimaksudkan untuk menambah kekenyalan mie dan agar mie tidak mudah putus. Adonan yang sudah tercampur diuleni hingga benar – benar kalis kemudian dibagi menjadi 6 adonan agar mudah dalam penggilingan. Adonan yang sudah dibagi dimasukkan satu persatu ke dalam penggilingan dan dibentuk menjadi mie halus. Mie yang terbentuk direbus sebentar dalam air mendidih (± 7 menit) dan mie siap dimasak atau diolah sesuai selera. Mie hitam bisa digoreng, direbus, ataupun dikeringkan dalam oven untuk memperpanjang masa simpan.

Terasi Udang


  1. PENDAHULUAN

Ikan merupakan bahan makanan yang mudah membusuk (perishable food) sehingga pengolahan dan pengawetan mutlak diperlukan, guna menjaga agar produk yang dihasilkan nelayan dapat sampai ditangan konsumen dalam keadaan baik dan layak dimakan. Untuk mempertahankan mutu ikan mutlak diperlukan suatu penanganan, yang berupa proses pengolahan baik bersifat tradisional (pengeringan, pemindangan, pengasapan dan fermentasi) maupun secara modern (pendinginan dan pembekuan). Manusia telah membuat berbagai macam variasi dalam mengolah atau mengawetkan ikan, diantaranya: pendinginan, pembekuan, pengalengan, penggaraman, pengeringan, pengasapan, pembuatan hasil olahan khusus (bakso ikan, abon ikan, surimi, dan segala macam masakan dari ikan), pembuatan hasil sampingan (terasi) (Murniyati dan Sunarman, 2000)

Terasi adalah bahan penyedap makanan dan biasanya digunakan dalam pembuatan sambal yang sudah dikenal tidak hanya di Indonesia khususnya pulau Jawa, tetapi juga dikenal di Asia Tenggara seperti Thailand, Vietnam, Laos dan sebagainya (Hadiwiyoto, 1993). Terasi merupakan salah satu produk hasil perikanan yang dibuat melalui proses fermentasi.

Proses fermentasi sering didefinisikan sebagai proses pemecahan karbohidrat dan asam amino secara anaerobic, yaitu tanpa memerlukan oksigen. Senyawa yang dapat dipecah dalam proses fermentasi adalah karbohidrat, sedangkan asam amino hanya dapat difermentasi oleh beberapa jenis bakteri tertentu (fardiaz, 1992).

Menurut Afrianto dan Liviawaty (2005) terasi adalah salah satu produk hasil fermentasi ikan (atau udang) yang hanya mengalami perlakuan penggaraman (tanpa diikuti dengan penambahan asam), kemudian dibiarkan beberapa saat agar terjadi proses fermentasi.

Terasi adalah salah satu produk hasil fermentasi ikan (atau udang) yang hanya mengalami perlakuan penggaraman (tanpa diikuti dengan penambahan warna), kemudian dibiarkan abeberapa saat agar terjadi proses fermentasi. Dalam pembuatan terasi, proses fermentasi dapat berlangsung karena adanya aktivitas enzim yang berasal dari tubuh ikan (atau udang) itu sendiri. Fermentasi adalah suatu proses penguraian senyawa-senyawa yang lebih sederhana oleh enzim atau fermen yang berasal dari tubuh ikan itu sendiri atau dari mikroorganisme dan berlangsung dalam kondisi lingkungan yang terkontrol. Proses penguraian ini dapat berlangsung dengan atau tanpa aktivitas mikroorganisme, terutama dari golongan jamur dan ragi (Afrianto dan Liviawaty, 2005).

Prinsip dari fermentasi ikan atau udang adalah fermentasi didalam larutan garam atau dengan penambahan garam kristal sehingga terbentuk flavour yang masih enak atau falvour yang menyerupai daging. Proses dari fermentasi dari substrat tidak diharapkan sempurna dalam pembuatan bagoong (terasi) karena produk harus mengandung protein yang terhidrolisis atau tanap hidrolisis. Salah satu perubahan selama fermentasi yang diharapkan adalah liquid fiksi. Setelah proses penggaraman, cairan dari dalam ikan (udang) terekstrak keluar. Kandungan nitrogen pada cairan mula-mula rendah tapi setelah disimpan beberapa hari, yaituselama proses fermentasi menyebabkan terjadinya proses hidrolisis protein sehingga kandungan nitrogen terlarut naik. Bila menggunakan garam yang kurang murni meneyababkan pengerasan jaringan, sehingga memperlambat penetrasi garam kedalam jaringan ikat (udang). Dengan menggunakan garam murni bakteri halofil dapat tumbuh baik sehingga terbentuk flavour yang enak. Pada suhu fermentasi yang tinggi 55ºC dapat mempercepat proses hidrolisis. Tetapi setelah 1 minggu fermentasi kandungan protein terlarut dalam cairab lebih tinggi bila fermentasinya dilakukan pada suhu 45ºC . Suhu optimal untuk fermentasi adalah 1-2 minggu (Rahayu, 1988).

Terasi digunakan sebagai bahan penydap masakan seperti pada makanan sayuran, sambal, rujak dan sebagainya. Sebagai bahan makanan setengah basah berkadar garam tinggi, tersai dapat disimpan berbulan-bulan (Anonymous, 2007).

Terasi sangat terkenal terutama di Pulau Jawa. Bahan dasar yang digunakan untuk pembuatan tersai pada umunya rebon atau jenis-jenis udang yang kecil (Hadiwiyoto, 1993). Suparno dan Murtini (1992) menambahkan selain dikonsumsi domestic produksi tersai dari Indonesia telah diekspor ke luar negeri khususnya ke negeri Belanda dan Suriname.

Kandungan unsur gizi dalam proses 100 gr terasi menurut Suprapti (2001) sebagai berikut:

No.

Nama Unsur

Kadar Unsur

1.

Protein

30,0 gr

2.

Lemak

3,5 gr

3.

Karbohidrat

3,5 gr

4.

Mineral

23,0 gr

No.

Nama Unsur

Kadar Unsur

5.

Kalsium

100,0 mg

6.

Fosfor

250,0 mg

7.

Besi

3,1 mg

8.

Air

40,0 gr

2.Bahan Pembuatan Terasi

  • Bahan Baku

  • Garam

  • Pewarna

  • Kain Saring atau Daun Pisang

  • Bahan Pengemas

3. Proses Pembuatan Terasi Udang

Menurut Hadiwiyoto (1983) langkah – langkah pembuatan terasi diuraikan berikut ini:

  1. Pencucian

Rebon, udang kecil atau ikan yang masih segar terlebih dahuli dicuci dengan air bersih untuk menghilangkan kotoran, lender dan bahan-bahan asin yang terikut serta pada waktu penangkapan.


  1. Penjemuran

Setelah bersih dijemur dengan diserahkan di tempat terbuka yang terkena sinar matahari langsung. Pada penjemuran ini tidak boleh merupakan lapisan yang tebal supaya cepat menjadi kering. Setiap kali sering dibolak-balik dan apabila terdapat kotoran dibuang. Maksud penjemuran ini tidak untuk mengeringkannya sama sekali, tetapi cukup kira-kira setengah kering saja supaya mudah untuk digiling atau ditumbuk.

  1. Penggilingan

Bahan kemudian digiling atau ditumbuk samapi halus. Sementara itu diambil ditambahkan garam atau kadang-kadang zat warna dan tepung tapioca. Jumlah bahan-bahan yang ditambahkan ini nanti akan menentukan mutu terasi. Masing-masing perussahaan mempunyai resep sendiri-sendiri.

  1. Pemeraman

Setelah itu adonan tersebut dibuat gumpalan-gimpalan dengan dikepal-kepal lalu dibungkus dengan tikar atau daun-daun kering. Kemudian diperam selama semalam. Pemeraman ini merupakan proses fermentasi tahap pertama.

  1. Pemeraman II

Keesokan harinya bungkusnya dibuak, kemudian dihancurkan lagi dengan cara digiling atau ditumbuk samapai halus. Setelah dianggap cukup dibuat gumpalan-gumpalan sekali lagi dan dibungkus seperti semula.

  1. Pemeraman III

Pemeraman selanjutnya selama kurang 4-7 hari. Pemeraman ini merupakan proses fermentasi tahap II. Pada proses ini akan timbul bau khas tersai . apabila pemeraman selesai, terasi diiris-iris dalam ukuran-ukuran tertentu untuk dijual.



3. Bahan Tambahan

  • Garam (NaCl)
  • Air
  • Pewarna
  • Bahan pengemas

4. Peralatan

  1. Lumpung alu

  2. Timbangan

  3. Alat penghancur

  4. Tempat fermentasi

  5. Tempat penjemuran

  6. Plastik sealer

5. Proses Pembuatan

Pada proses pembuatan terasi udang rebon di PT. Sentra Buana Nusantara Muncar-Bayuwangi, dilakukan secara semi modern karena proses pembuatan ada yang dilakukan secara tradisional dan modern (dengan mesin). Didalam proses pembuatannya proses dibagi menjadi beberapa tahap: persiapan bahan baku, penggilingan, penjemuran, pencetakan dan pembungkusan, fermentasi dan terakhir pengemasan.

Persiapan Bahan Baku

Bahan baku yang berupa udang kita sortasi sesuai ukurannya dan dicuci untuk menghilangkan kotoran, lendir, dan ditiriskan. Proses pencucian menggunakan air sumur yang sudah ditaruh dalam wadah lalu kemudian udang dimasukkan kedalam wadah untuk dicuci.

Penjemuran

Proses penjemuran dilakukan dibawah trik matahari, hingga setengah kering dan dibolak-balik. Menurut Hadiwiyoto (1983), maksud dari penjemuran ini tidak hanya untuk mengeringkan sama sekali tetapi cukup kira-kira setengah kering saja supaya mudah untuk digiling atau ditumbuk.

Penggilingan dan Penumbukan

Pada proses ini udang dimasukkan kedalam alat penggiling untuk menghaluskan udang. Proses penggilingan bahan terasi ini menggunakan mesin penggiling yang terbuat dari baja, selain itu penggilingan digunakan untuk mendapatkan hasil yang homogen dan menghemat tenaga dan waktu. Didalam penumbukan ditambahkan garam, air dan pewarna dengan perbandingan 1 gayung air dan 2 kg garam serta 1 sendok pewarna untuk 5 kwintal udang. Menurut Afrianto dan liviawaty (2005) jumlah garam yang ditambahkan tergantung selera, maksimal 30% dari berat total ikan atau udang agar terasi yang diproduksi tidak terlalu asin.

Pencetakan dan Pembungkusan

Udang yang sudah ditumbuk dan dihaluskan dengan penggilingan dicetak dengan cetakan lalu dibungkus dengan pelastik atau dengan daun pisang agar baunya khas.

Fermentasi

Terasi yang sudah dibungkus lalu kita fermentasikan didalam ruang khusus yang terdiri dari rak-rak tempat meletakan adaonan yang sudah dibungkus. Proses fermentasi ini dimaksudkan untuk proses penguraian senyawa-senyawa yang kompleks dari daging udang menjadi senyawa yang sederhanan. Menurut Afrianto dan liviawaty (1989) enzim yang berperan dalam proses fermentasi pada produk perikanan terutama didominasi oleh enzim proteolitik yang mampu menguraikan protein. Proses pemerahan (fermentasi) ini berlangsung 3-4 minggu dan dilakukan pada suhu kamar, jika terdapat pada inkubator pemerahan dapt dilakukan pada suhu 20-30oC yang merupakan suhu optimum untuk fermentasi terasi (Anonymous, 2005).

Pengemasan

Setelah proses fermentasi terasi yang sudah jadu lalu dibungkus dengan plastik dengan bantuan sealer dan siap untuk dipasarkan.


DAFTAR PUSTAKA

Afrianto, E dan E. Liviawaty, 2005. Pengawetan dan Pengolahan Ikan. Kanisius. Yogyakarta.

Anna, P dan Supriyanti, 2005. Dasar-Dasar Biokimia Edisi Revisi. Universitas Indonesia Press. Jakarta

Anonymous, 2005. Kembang Tahu atau Yuba, Pekatan Protein Kedelai, Surimi dan Kamaboko, Kerupuk Udang. Terasi Petis. Teknologi Pangan dan Agroindustri volume 1 nomer 3.

,2007. Paneaeus sp. www. Fishbase.org. Diaskes tanggal 25 April 2007. pukul 11:45 WIB.

, 2007. Udang rebon. www. dkp. go.id. Diaskes pada tanggal 25 April 2007. Pukul 11.35 WIB.

, 2008. terasi. www. ristek. go.id. Diaskes pada tanggal 2 Januari 2008. Pukul 09.00 WIB.

Buckle, K.A; R.A. Edward; G.H fleet and M. Wooton. 1987. Food Science. Press Etching Indonesia Press. Jakarta.

Desrosier,N.W, 1988. Teknologi Pengawetan Pangan. Penerjemah M.Muljohardo. Universitas Indonesia Press. Jakarta.

Hadiwiyoto, S, 1983. Hasil-Hasil olahan Susu, Ikan, Daging dan Telur. Liberty. Yokyakarta.

,1993. Teknologi Pengolahan Hasil Perikanan Jilid 1. Liberty. Yogyakarta.

Fardiaz, S, 1992. Mikrobiologi Pangan 1. Gramedia Pustaka. Jkarta.

Rahayu, W.P; S. Ma’oen; Suliantari dan Fardiaz, 1992. Tekni\ologi Fermentasi Produk Perikanan. ITB. Bogor.

Murniyati, A.S dan Sunarman.2005 Pendinginan, Pembekuan dan Pengawetan Ikan. Kanisius. Yogyakarta.

Suparno dan J.T Martini, 1992 Terasi Bubuk. Kumpulan-kumpulan hasil-hasil Penelitian Pasca Panen Perikanan. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian dan Perikanan. Jakarta.

Suprapti., M.L, 2002. Membuat Terasi. Kanisius. Yogyakarta.

Winarno.F.g, 1986. Air untuk Industri Pangan.Gramedia. Jakarta

Petis Ikan


1. PENDAHULUAN

Pengolahan hasil perikanan pada umumnya bertujuan untuk mencegah terjadinya kerusakan sehingga hasil perikanan dapat dimanfaatkan sebagai pangan baik dalam keadaan segar maupun sebagai produk olahan. Dengan pengolahan dapat dihambat pertumbuhan mikroba. Pengolahan bertujuan menyeleksi mikroba yang dikehendaki saja karena peranannya dalam memberikan citarasa, misalnya penggaraman, pengolahan dengan fermentasi (Hadiwiyoto, 1993). Salah satu produk hasil fermentasi tersebut adalah petis udang / ikan (Buckle et al., 1987).

Di pasaran, mutu petis udang / ikan umumnya sangat bervariasi atau ragam dimana hal ini sangat dipengaruhi oleh cara pengolahan serta jenis, jumlah dan kualitas dari bahan mentah dan bahan pembantu yang digunakan, disamping kebiasaan konsumen setempat. Sedangkan daya awetnya yang cukup panjang tidak lain disebabkan karena cukup rendahnya air bebas (aw) atau karena tingginya jumlah air ikatan akibat adanya penambahan gula dan garam (humektan) (Nasran, 1993). Suatu metode pengawetan pangan yang penting ialah kombinasi antara penggaraman untuk mengendalikan mikroba secara selektif dan fermentasi untuk memantapkan jaringan yang diawetkan (Desrosier, 1988).

Petis dapat dikategorikan sebagai makanan semi basah yang memiliki kadar air sekitar 10-40%, nilai aw (aktivitas air) 0,65-0,90 dan mempunyai tekstur plastis. Beberapa keuntungan pangan semi basah antara lain tidak memerlukan fasilitas penyimpanan yang rumit, lebih awet, sudah dalam bentuk siap dikonsumsi, mudah penanganannya, dan bernilai gizi cukup baik (Anonymous, 2004).

Petis udang / ikan adalah suatu produk olahan yang dibuat dari ekstrak atau sari udang / ikan yang dikentalkan atau dipekatkan kemudian ditambah dengan beberapa bumbu atau rempah-rempah yang diperlukan. Untuk kebutuhan masak sehari-hari, petis biasanya digunakan sebagai bahan penyedap atau penambah rasa enak pada masakan atau sambal yang dipersiapkan. Produk petis udang / ikan yang baik biasanya mempunyai rupa yang bersih, warnanya coklat tua kemerahan atau hitam kelam yang cemerlang, teksturnya lembut, semi padat, strukturnya halus dan homogeny, serta agak lengket dan tidak mengandung benda-benda asing. Sedangkan aroma dan baunya spesifik bau udang atau ikan tanpa ada bau-bau asing (Nasran, 1993).

Petis merupakan komoditi hasil pengolahan ikan yang cukup dikenal, terutama di dalam masyarakat di Pulau Jawa dan biasa digunakan sebagai lauk pauk atau campuran makanan rakyat yang khas. Petis berasal dari cairan tubuh ikan atau udang yang telah terbentuk selama proses penggaraman kemudian di uapkan melalui proses perebusan lebih lanjut sehingga menjadi larutan yang lebih padat seperti pasta (Afrianto dan Liviawaty, 1989).


2. Bahan Baku Sari Udang

Bahan baku sari udang umumnya sari udang yang diambil dari pengolahan ebi atau juga berasal dari kepala udang dan daging udang yang direbus.

Menurut Nasran (1993), bahan mentah untuk pengolahan petis udang berupa:

  • Udang utuh dan ikan utuh yang mutunya sangat segar, menunjukkan tanda-tanda bersuh, aman, dan sehat.

  • Sisa-sisa bagian tubuh udang / ikan dari pabrik pengolahan ikan (pembekuan, pengalengan, dll) yang masih sangat segar, tidak menunjukkan tanda-tanda pembusukan, bersih, aman dan sehat.

  • Sisa air rebusan dari pengolahan ebi dan pengolahan pindang, tidak menunjukkan tanda-tanda pembusukan

Petis istimewa menggunakan bahan baku berupa Udang werus (Metapenaeus monoceros), sedangkan bahan baku untuk petis kualitas nomor satu dan dua adalah ampas dari petis kualitas ekstra. Petis yang bermutu rendah umumnya dibuat dari bahan baku kepala udang atau udang-udang kecil (Anonymous, 2004).


2.4 Bahan Tambahan

  • Garam

  • Gula

  • Bawang merah

  • Air


3. Proses Pembuatan Petis Udang

Menurut Murniyati dan Sunarman (2000), petis yang dibuat dari bahan baku sari ikan atau udang dapat dibuat dengan cara:

  • Ikan atau udang yang akan digunakan sebagai bahan baku harus dibersihkan lebih dulu, agar kotoran yang dapat mempengaruhi mutu petis dapat dihilangkan.

  • Selanjutnya daging ikan atau udang ditumbuk sampai halus dan ditambah air secukupnya. Setelah diaduk sampai rata, daging kemudian diperas seperti memeras santan untuk mendapatkan ekstraknya. Ampas perasan tersebut dapat ditumbuk, ditambah air, lalu diperas lagi untuk mendapatkan ekstrak yang kedua.

  • Campuran kedua ekstrak tersebut kemudian disaring hingga bersih dari kotoran maupun partikel - partikel kasar lain.

  • Langkah selanjutnya adalah proses perebusan seperti pada pembuatan petis dengan bahan baku hasil sampingan.

4.DAFTAR PUSTAKA

Afrianto, E dan E, Liviawaty. 1989. Pengawetan dan Pengolahan Ikan. Kanisius. Yogyakarta.

Aisyah,S. 2007. Manfaat Limbah Kepala Udang Laut Untuk Pengolahan Petis Dengan Penambahan Konsentrasi Limbah Pengolahan Kerupuk Singkong Yang Berbeda. http://www.faperikanan.org Diakses tanggal 7 Desember 2007

Murniyati, A.S dan Sunarman. 2000. Pendinginan, Pembekuan dan Pengawetan Ikan. Kanisius. Yogyakarta.